Wednesday, April 19, 2017

Menyalahkan Anak

Pernah menyalahkan anak ayah bunda? Jika belum pernah, Alhamdulillah jangan sampai dilakukan, jika sudah pernah, malah sering, silahkan ayah bunda cari anak ayah bunda, sungkem, sujud minta maaf pada anak.

Bahaya ayah bunda. Jika kita mudah sekali menyalahkan dan memarahi anak tanpa menggali terlebih dahulu akar permasalahannya, kita akan membuat anak kita menjadi anak yang rendah diri dan bingung membedakan benar dan salah.

Misalnya, anak kita melihat bunda mencuci piring, tentu ada keinginan dihatinya untuk meringankan pekerjaan bunda, maka selesai makan dia cuci piringnya sendiri, karena tangannya berlumuran sabun, piring itu jatuh dan pecah. Biasanya, kebanyakan orang tua akan memarahi anaknya, “aduh, kamu ini gimana piring makan kok dibuat mainan, lihat tuh pecah, udah sana main di luar!....... bla…bla….bla” atau anak kita yang masih balita dan batita, rebutan mainan, kemudian karena saling berebut, mereka jatuh, banyak sekali orang tua yang kemudian mengatakan “tuh kan jatuh, sakit kan, makanya kalo mainan jangan rebutan……bla….bla…..bla”

Ayah bunda, kita tidak berhak memarahi anak, jika kita belum pernah memberikan bimbingan sama sekali, anak kita mau bantu kita nyuci piring untuk meringankan pekerjaan kita, itu salah apa bener? Bener, dia mau bebakti pada kita dengan meringankan pekerjaan kita, lalu dengan niat yang benar itu kita memarahi dia, salah apa bener? Salah, kita membuat anak bingung, didalam kepalanya dia pasti berfikir, “loh, katanya membantu orang tua itu baik, kok aku malah dimarahi? Kan gak sengaja ngejatuhin piringnya” wajar dong ayah bunda, kalu anak kita mecahin piring tanpa sengaja, kita belum pernah ngajarin dia nyuci piring.

Kasus yang ke 2, orang tua yang marah sama anak balita dan batita yang rebutan mainan, pasti orang tua yang gak punya ilmu tahap pekembangan anak. Anak usia di bawah 6 tahun terutama batita masih dalam taraf egosentrif, mereka tidak mengenal konsep kepemilikan, tidak tau meminta maaf, meminjam, berterimakasih, mereka masih merasa main ini boleh, itu boleh, semuanya boleh mereka seneng berebutan, ya wajar, dan disinilah tugas orang tua untuk mengenalkan konsep kepemilikan pada anak,  konsep meminjam, meminta maaf dan berterimakasih. Jangan anak itu dimarahi karena rebutan mainan, jika orang tua tidak pernah dan tidak telaten mengenalkan konsep kepemilikan pada anak.

Ini baru dua contoh, bagaimana ratusan contoh lain yang mungkin kita tidak sengaja telah melakukan salah satunya?

Hati-hati ayah bunda, jangan sampai kita menanamkan bibit kedurhakaan di hati dan di otak anak kita  dengan membuat anak kita bingung membedakan baik dan buruk. Cari tahu dulu kenapa anak kita bisa berbuat salah, tanyakan pada anak, “loh kak, kok piringnya pecah?” jika anak mau menjawab dia akan berkata “iya bunda, kakak nyuci piring, piringnya jatuh” jika anak ketakutan, dia akan diam saja, maka tanyai lagi “kok tangannya penuh sabun, kamu lagi nyuci piring ya?” jika anak bersuara dia akan menjawab “iya” jika dia takut bicara dia hanya akan menunduk, maka tugas ayah bunda mengajarkan “belum bisa nyuci piring sih makanya jatuh, sini, ayo belajar nyuci piring sama bunda/ayah, pinter banget sih mau nyuci piring sendiri, lain kali hati-hati ya, kalau belum bisa minta diajari supaya bisa, oke anak hebat?!” dan kemudian ajari anak mencuci piring saat itu juga, ajari juga membersihkan pecahan piring di lantai. Dengan scenario ini, anak akan merasa usahanya untuk berbakti pada orang tua dihargai, dan nanti sampai dia dewasa pasti akan terus dilakukannya usaha untuk berbakti dan menyenangkan hati orang tua.

Anak tanggung jawab kita ayah bunda. Makannya adalah tanggung jawab kita. tidur adalah tanggung jawab kita. Perilakunya adalah tanggung jawab kita. Ahlaknya adalah tanggung jawab kita. Sifat, sikap, perilaku, watak, pengetahuan, keterampilan, kesehatan, pendidikan, dll semuanya adalah tanggung jawab kita. Karenanya kita pasti akan gagal menjadi orang tua tanpa ilmu. 

Ayah bunda, anak ibarat besi cair, kita yang menentukan besi cair ini mau dicetak jadi pedang, pisau dapur, kursi duduk atau apapun. Tapi tanpa ilmu jangankan mencetak besi cair itu menjadi pedang, mencetak besi cair itu jadi dudukan klosetpun kita tidak akan bisa. Ayo belajar terus. Semoga bermanfaat.





0 comments:

Post a Comment