Pernah menyalahkan anak ayah bunda? Jika
belum pernah, Alhamdulillah jangan sampai dilakukan, jika sudah pernah, malah
sering, silahkan ayah bunda cari anak ayah bunda, sungkem, sujud minta maaf
pada anak.
Bahaya ayah bunda. Jika kita mudah sekali
menyalahkan dan memarahi anak tanpa menggali terlebih dahulu akar
permasalahannya, kita akan membuat anak kita menjadi anak yang rendah diri dan
bingung membedakan benar dan salah.
Misalnya, anak kita melihat bunda mencuci
piring, tentu ada keinginan dihatinya untuk meringankan pekerjaan bunda, maka
selesai makan dia cuci piringnya sendiri, karena tangannya berlumuran sabun,
piring itu jatuh dan pecah. Biasanya, kebanyakan orang tua akan memarahi
anaknya, “aduh, kamu ini gimana piring makan kok dibuat mainan, lihat tuh
pecah, udah sana main di luar!....... bla…bla….bla” atau anak kita yang masih
balita dan batita, rebutan mainan, kemudian karena saling berebut, mereka
jatuh, banyak sekali orang tua yang kemudian mengatakan “tuh kan jatuh, sakit
kan, makanya kalo mainan jangan rebutan……bla….bla…..bla”
Ayah bunda, kita tidak berhak memarahi anak,
jika kita belum pernah memberikan bimbingan sama sekali, anak kita mau bantu
kita nyuci piring untuk meringankan pekerjaan kita, itu salah apa bener? Bener,
dia mau bebakti pada kita dengan meringankan pekerjaan kita, lalu dengan niat
yang benar itu kita memarahi dia, salah apa bener? Salah, kita membuat anak
bingung, didalam kepalanya dia pasti berfikir, “loh, katanya membantu orang tua
itu baik, kok aku malah dimarahi? Kan gak sengaja ngejatuhin piringnya” wajar
dong ayah bunda, kalu anak kita mecahin piring tanpa sengaja, kita belum pernah
ngajarin dia nyuci piring.
Kasus yang ke 2, orang tua yang marah sama
anak balita dan batita yang rebutan mainan, pasti orang tua yang gak punya ilmu
tahap pekembangan anak. Anak usia di bawah 6 tahun terutama batita masih dalam
taraf egosentrif, mereka tidak mengenal konsep kepemilikan, tidak tau meminta
maaf, meminjam, berterimakasih, mereka masih merasa main ini boleh, itu boleh,
semuanya boleh mereka seneng berebutan, ya wajar, dan disinilah tugas orang tua
untuk mengenalkan konsep kepemilikan pada anak,
konsep meminjam, meminta maaf dan berterimakasih. Jangan anak itu
dimarahi karena rebutan mainan, jika orang tua tidak pernah dan tidak telaten
mengenalkan konsep kepemilikan pada anak.
Ini baru dua contoh, bagaimana ratusan contoh lain yang mungkin kita tidak sengaja telah melakukan salah satunya?
Hati-hati ayah bunda, jangan sampai kita
menanamkan bibit kedurhakaan di hati dan di otak anak kita dengan membuat anak kita bingung membedakan
baik dan buruk. Cari tahu dulu kenapa anak kita bisa berbuat salah, tanyakan
pada anak, “loh kak, kok piringnya pecah?” jika anak mau menjawab dia akan
berkata “iya bunda, kakak nyuci piring, piringnya jatuh” jika anak ketakutan,
dia akan diam saja, maka tanyai lagi “kok tangannya penuh sabun, kamu lagi
nyuci piring ya?” jika anak bersuara dia akan menjawab “iya” jika dia takut
bicara dia hanya akan menunduk, maka tugas ayah bunda mengajarkan “belum bisa
nyuci piring sih makanya jatuh, sini, ayo belajar nyuci piring sama bunda/ayah,
pinter banget sih mau nyuci piring sendiri, lain kali hati-hati ya, kalau belum
bisa minta diajari supaya bisa, oke anak hebat?!” dan kemudian ajari anak
mencuci piring saat itu juga, ajari juga membersihkan pecahan piring di lantai.
Dengan scenario ini, anak akan merasa usahanya untuk berbakti pada orang tua
dihargai, dan nanti sampai dia dewasa pasti akan terus dilakukannya usaha untuk
berbakti dan menyenangkan hati orang tua.
Anak tanggung jawab kita ayah bunda. Makannya adalah tanggung jawab kita. tidur adalah tanggung jawab kita. Perilakunya adalah tanggung jawab kita. Ahlaknya adalah tanggung jawab kita. Sifat, sikap, perilaku, watak, pengetahuan, keterampilan, kesehatan, pendidikan, dll semuanya adalah tanggung jawab kita. Karenanya kita pasti akan gagal menjadi orang tua tanpa ilmu.
Ayah bunda, anak ibarat besi cair, kita
yang menentukan besi cair ini mau dicetak jadi pedang, pisau dapur, kursi duduk
atau apapun. Tapi tanpa ilmu jangankan mencetak besi cair itu menjadi pedang, mencetak besi cair itu jadi dudukan klosetpun kita tidak akan bisa. Ayo belajar terus. Semoga bermanfaat.
0 comments:
Post a Comment